Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Buku : intel oh intel.. Sekelumit dunia intelejen yang bekerja senyap menjaga NKRI







Hari ini 75 tahun yang lalu, tepatnya 7 Mei 1946 berdiri cikal bakal institusi yang sekarang dikenal dengan nama Badan Intelejen Negara (BIN). Di awal berdirinya,  BIN dipimpin oleh Letkol Zoelkifli Lubis, Sang Bapak Intelejen kita, dengan anggota berjumlah 40 orang. Mereka adalah para  lulusan sekolah intejen yang sebelumnya dilatih oleh Jepang saat menduduki Indonesia. 

Intelejen adalah pekerjaan yang jauh dari hiruk pikuk sanjungan masyarakat. Seringkali malah menuai cacian ketika suatu peristiwa meletus. Tuduhannya adalah “intelejen keclongan” atau bahkan tuduhan lain, yaitu peristiwa tersebut “by design” alias operasi intelejen. Sementara keberhasilan intelejen tidak pernah sekalipun terekspos, alih-alih mendapat tepuk tangan. Kondisinya sangat bertolak belakang dengan gegap gempita di panggung politik kekuasaan. Kalau sang penguasa  hanya dengan menggunting pita atau sekedar membuka acara dengan mengetuk michropon “ dok..dok..dok”  saja sudah mendapat tepuk tangan.

Untuk memberikan gambaran lebih mengenai dunia yang berbeda ini, kita ikuri 2 skenario drama  berikut ini.


Skenario 1
Sebuah kebakaran besar di pabrik XYZ. Diduga ada unsur kesengajaan, akibat persaingan bisnis. Namun berkat kesigapan tim damkar, dalam waktu 4 jam kebakaran hebat bisa dipadamkan. Para petugas damkar juga berhasil mengevakuasi sejumlah 20 karyawan yang sedang kerja lembur. Namun sangat disayangkan, 5 orang karyawan tidak bisa diselamatkan. 

Polisi masih menginvestigasi kebakaran pabrik XYZ. Laporan sementara menyebutkan, kebakaran berasal dari sudut pabrik tempat meletakkan bahan yang sangat mudah terbakar. Namun belum bisa dipastikan apakah ada unsur kesengajaan atau tidak.

Petugas damkar  mendapat bintang kehormatan atas prestasinya. Dalam sambutannya saat penganugerahan, dia menyebutkan bahwa prestasinya itu tak lepas dari jasa kepala daerah yang memperhatikan keberadaan Damkar, baik peralatan, keahlian dan kesejahteraan. Pengusaha XYZ sangat berterima kasih atas jasa mereka.Kelak, Pengusaha XYZ menjadi pendukung utama sang penguasa ini untuk maju lagi pada periode ke dua.   

Skenario 2
Dalam keremangan malam, seseorang  berpakaian hitam dengan gerak gerik  mencurigakan sedang menuju ke sebuah sudut pabrik XYZ. Sekilas terlihat ia membawa jurigen. Setiap gerakannya tak luput dari pengamatan dari seorang  petugas berpakaian preman. Petugas ini memang sudah lama mengintai. Beberapa minggu terakhir ini, seorang bromocorah berkomunikasi intens dengan seorang pengusaha culas. Data dan informasi telah dikumpulkan si Petugas. Malam ini ia mendapat informasi dari orang dalam akan terjadi suatu rencana jahat. Sumber informasi sangat terpercaya karena si petugas sudah menjalin hubungan baik sejak lama. Si pengusaha culas sudah lama menjadi target operasi nya. Kerap kali ia menyelesaikan persaingan bisnis dengan cara-cara kriminal.

Bayangan hitam itu kini mengendap-endap menuju sebuah sudut pabrik. Sesaat kemudian dia mulai bersiap menumpahkan isi jurigennya. Petugas berpakaian preman tidak membiarkan petaka terjadi. Dia menyelinap dalam kegelapan, mendekati bayangan hitam. Tak lama berselang aroma menyengat menyergap hidungnya. Tak salah lagi, ini adalah aroma bensin! Tanpa pikir panjang ia menerjang bayangan hitam.  Bayangan hitam terpental. Tapi dia bangkit, dan kini dengan pisau kecil terhunus.Terjadi perkelahian sengit. Petugas kewalahan menghadapi perlawanan bromocorah yang terkenal petarung ini. Luka-luka tidak dipedulikan lagi, asalkan petaka itu bisa dicegah. Pertarungan  yang seru akhirnya mengundang perhatian petugas piket yang sedang berjaga. Tak lama kemudian hiruk pikuk orang berdatangan. Bayangan hitam tanpa dikomando melompat dan lenyap dalam kegelapan. Si petugas berpakaian preman pun berlari terseok-seok menahan sakit berusaha melenyapkan diri. Dia tidak mau penyamarannya terbongkar, karena pasti akan ada rencana jahat berikutnya. Namun ia puas, setidaknya kebakaran pabrik XYZ bisa dia cegah malam itu.

Pagi hari, pengusaha pemilik pabrik membaca koran sambil menikmati secangkir kopi panas. Dia kaget membaca sebuah berita kecil yang menyebut pabriknya. Judul berita itu, "Dua preman yang duel maut di dekat pabrik XYZ, kabur setelah dipergoki massa, diduga karena berebut lahan parkir".  Si pengusaha sambil mengunyah biskuit bergumam, " Dasar preman, selalu bikin ribut.. Huh!"

Cerita diatas hanyalah sebuah ilustrasi. Dibalik kedamaian dan kenyamanan hidup banyak orang, ada orang-orang tertentu yang bekerja senyap. Mereka bahkan tak segan bertaruh nyawa untuk melindungi masyarakat. Target operasi bukan cuma kelas teri, tapi sering kali lintas negara.  Keberhasilan mereka tidak pernah mendapatkan tepuk tangan. Jika sesuatu terjadi yang membuat mereka tewas tidak akan ada ucapan duka cita. Namun jika mereka "kecolongan", berbagai umpatan dan makian berhamburan.  Mereka adalah para intelejen kita.    

Keberadaan intelejen kurang mendapat perhatian publik. Bukan hal yang istimewa, karena memang intelejen bekerja senyap. Sampai kemudian ada sekelompok intelejen bernama samaran "Senopati Wirang" akhirnya membeberkan ketidak-beresan institusi-nya selama ini. Dengan sangat terpaksa dan berat hati ia lakukan karena tahun demi tahun melihat institusi yang ia cintai belum juga menjadi institusi yang ideal. Nama "Senopati Wirang" menunjukkan betapa ia sebagai Abdi Negara harus tunduk pada penguasa yang menyalahgunakan wewenang. Jiwa patriotnya berteriak namun sebagai bawahan tak kuasa menolak. Keprihatinannya itu membuat mereka bersuara dengan tetap anonim. Beberapa upaya deteksi dari intelejen lain di dunia cyber namun gagal. Senopati Wirang bukan intelejen kaleng-kaleng.

Impian senopati wirang adalah menjadikan BIN sebagai lembaga profesional dalam melaksanakan tugas negara, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Namun yang terjadi adalah, lembaga ini seringkali menjadi alat bagi segelintir elit penguasa dan kroni-kroninya. Sejak jaman orde lama, orde baru, hingga era reformasi situasinya masih sama hanya berbeda cerita. Betapa hati para patriot ini tidak hancur, operasi-operasi intelejen untuk menjaga NKRI seringkali diselipi “opsus-opsus pesanan” penguasa. Struktur lembaga juga diintervensi sesuai “selera” penguasa. Hal ini membuat keberadaan intelejen kian hari makin buruk di mata masyarakat.

Bagian akhir dari kisah ini, dan ini menjadi bagian terpenting (namun tidak termasuk dalam 2 jilid buku ini) bahwa Sang Senopati Wirang kini telah berubah nama menjadi "Dharma Bakti". Kita semua berharap bahwa ini bukan hanya soal kompromi, tapi arah roda institusi telah menuju pada tujuan yang mereka impikan. Impian mereka adalah impian kita semua. Bahwa informasi yang mereka beberkan itu sama sekali bukan untuk mendegradasi lembaga, tapi justru sebaliknya. Setidaknya ada mneggugah sedikit kesadaran bahwa mereka yang bekerja senyap ini butuh dukungan dari masyarakat, untuk mengembalikan lembaga sebagaimana fungsinya. 


Kisah tentang aparatur negara yang diobok-obok penguasa bukan lah cerita istimewa. Tidak hanya aparatur militer tapi juga aparat sipil. Lembaga BIN bahkan merupakan representasi dari keduanya, antara aparat sipil dan militer. Ini adalah kisah biasa yang terjadi, dimana praksis hukum tata negara masih dicari titik temunya. Antara otokrasi dan demokrasi. Antara pembatasan kekuasaan dengan politik kekuasaan. Antara stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Dan seterusnya.. 

Pemerintah diberikan amanah konstitusi untuk melaksanakan tugas negara, seperti yang tertera pada pembukaan UUD 45. Dalam melaksanakan tugas negara ini, pemerintah harus berada dalam koridor hukum tata negara. Pencarian titik temu akan segera bisa dicapai apabila euforia di panggung politik bisa disudahi. Parpol tidak hanya jualan figur/ patron tapi minim tanggung jawab dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Partai-partai penguasa mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan kelompok. Penguasa yang memiliki legitimasi dari rakyat agar  melepaskan diri dari kader partai dan bertransformasi menjadi negarawan.

Sebaliknya bagi aparatur negara, baik sipil maupun militer terus memperkuat ikatan korps, bukan malah mengkhianatinya untuk kepentingan pribadi. Anggota korps yang puluhan tahun  mengabdi  tidak sebanding dengan masa kerja penguasa yang hanya 5 Tahun dan maksimal 2 periode. Bermain mata dengan penguasa itu sesungguhnya mencederai komitmen sebagai abdi negara. Ikatan korps aparatur negara diantaranya yaitu korps intelejen, korps TNI AD, korps TNI AU, korps marinir, korps PNS (Korpri), korps Adyaksa dan semua korps elemen aparatur negara agar lebih solid. Korps siap menjalankan tugas dari pemerintah yang menjadi tugas negara, tapi tidak membiarkan tubuhnya diintervensi oleh  elit penguasa untuk kepentingan tertentu.

Dirgahayu Badan Intelejen Negara!

Posting Komentar untuk "Review Buku : intel oh intel.. Sekelumit dunia intelejen yang bekerja senyap menjaga NKRI"