Keluar dari lingkaran setan politik
Tgl 9 Desember 2020 adalah hari cukup bersejarah karena ada 270 event Pilkada di negeri tercinta ini. Pilkada di 270 daerah ini terdiri dari 9 Prov, 224 kabupaten, dan 37 kota. Secara kebetulan atau entah disengaja, 9 Desember juga diperingati sebagai Hari Anti Korupsi se-dunia. Seperti mengingatkan kita bahwa aspek politik adalah sumber dari sumber masalah korupsi di negeri ini.
Biaya politik yang mahal membuat banyak sekali kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Tercatat di KPK bahwa, sejak Pilkada Langsung ada 300 kasus korupsi oleh Kepala Daerah. Tentunya ini hanyalah fenomena gunung es, yaitu kasus yang mencuat karena sudah kelewatan besarannya. Korupsi yang telah dilakukan oleh para kepala daerah selama ini jauh lebih besar bahkan sudah menjadi rahasia umum.
Biaya untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah tersebut umumnya untuk mahar ke parpol dan biaya kampanye. Seringkali para cukong yang membiayai karena memang ada kepentingan. Semua biaya yang telah dikeluarkan tentu bukan cuma-cuma. Tidak ada makan siang gratis. Dibenak mereka adalah, "siapa melakukan apa untuk mendapat apa".
Mewujudkan kesejahteraan rakyat atau meneruskan lingkaran setan politik
Kepala daerah yang telah terpilih dalam pilkada artinya sebagian besar rakyat menaruh harapan besar padanya. Tapi apa mau dikata, hutang budi kepada para cukong dan tim sukses tak bisa dikesampingkan. Sebelum program-program dicanangkan untuk memenuhi janji kampanye, terlebih dulu adalah bagi-bagi kue kekuasaan. Untuk membalas jasa para cukong, maka setumpuk proyek sudah dipesan.
Begitulah lingkaran setan politik. Maksud hati ingin memberikan hak politik kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya. Apa boleh buat, pemimpin yang mereka pilih sudah ke lain hati, karena hutang budi. Bahkan apapun yang berbau rezim lama, dibabat habis tak tersisa. Adapun calon yang kalah akan menyisakan luka menganga. Kekuatanpun disusun, koalisi dibangun. Para outsider (orang luar) akan terus pasang mata. Kalau perlu, sesekali mereka mengusik roda pemerintahan. Yang jelas, kelak mereka akan kembali dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Hanya ada 2 imbas politik, yaitu balas jasa atau balas dendam.
Ini hanyalah mimpi buruk yang bisa saja terjadi, ketika politik hanya dianggap sebagai ajang perebutan kekuasaan oleh para elit politik. Kekuasaan yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat tapi ternyata hanya berkutat dipusaran para kroninya. Rakyat hanya kebagian remah-remahnya, itupun kalau masih tersisa.
Untuk keluar dari lingkaran setan politik, ada beberapa poin penting yang harus dipertimbangkan, yaitu:
- Biaya politik harus murah bahkan gratis, sehingga membuka peluang bagi siapa pun yang mampu memimpin, tidak hanya yang punya uang dan juga menutup peluang permainan para cukong.
- Kepala Daerah terpilih harus melepas atributnya sebagai anggota atau simpatisan parpol, dan juga sebaliknya parpol tidak boleh menerima imbalan apapun, baik langsung maupun tidak langsung. Semua proyek harus dilelang dengan fair atau penunjukan langsung kepada perusahaan yang kompeten.
- Negara harus lebih merinci sistem tata pengelolaan pemerintahan daerah untuk menghindari "ganti rezim ganti sistem" yang drastis sehingga menjadikan pembangunan dari tahun ke tahun hanya jalan di tempat. Sendi-sendi pembangunan daerah yang spesifik sesuai dengan karakteristik lokal harus ditegakkan dan dipayungi aturan.
Membangun bangsa sebenarnya tidak membutuhkan politikus. Namun untuk mengakomodasi semua kepentingan para elemen masyarakat, dibutuhkan negarawan yang mempunyai kemampuan bersiasat. Kita hanya berharap semua Kepala Daerah yang terpilih, terutama 270 Kepala Daerah yang terpilih tahun 2020 ini adalah para negawaran, Mereka yang pada hari pelantikannya akan mengatakan, "Hari ini kesetiaanku pada partai berakhir, karena mulai hari ini kesetiaanku pada negara dituntut".
Akhir kata, selamat menjalankan tugas bagi kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2020 ini, semoga dapat mengemban amanah dengan sukses.
Posting Komentar untuk "Keluar dari lingkaran setan politik"